DEFINISI
GAGAL GINJAL KRONIK
Gagal
ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung beberapa tahun, dimana terjadi penurunan faal ginjal
secara bertahap, progresif dan menahun. Pada kasus ini ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam
penyakit yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit
parenkim ginjaldifus dan bilateral, meskipun lesi obstruktif pada saluran kemih
juga dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
Pada
awalnya beberapa penyakit ginjal kronik terutama menyerang glomerulus
(glomerulonefritis), sedangkan yang lain terutama menyerang tubulus
ginjal(pielonefritis atau penyakit polistik ginjal atau dapat juga menggangu
perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis). Tetapi bila proses
penyakit tidak dihambat, maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur
dan diganti dengan jaringan parut.
Meskipun
penyebabnya banyak gambaran klinis gagl ginjal kronik sangat mirip satu dengan
yang lain oleh karena gagal ginjal progresif dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai defisiensi secara sederhana sebagai defisiensi jumlah nefron
yang berfungsi dan kombinasi gangguan yang pasti tidak dapat dielakkan lagi.
TUJUAN
PEMBELAJARAN
BAB
II
ISI
I. KASUS
Seorang laki-laki berusia 34 tahun pada
pemeriksaan didapatkan pemeriksaan tekanan darah 180/100 mm/hg, dia memiliki
riwayat hipertensi dan gagal ginjal kronik
telah 2 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisiknya didapatkan bahwa
Kreatinin serumnya meningkat 3,2 ma/dL.
Dan terdapat ginjal yang teraba besar
bilateral
KONSEP MEDIS
A.
PENGERTIAN GAGAL GINJAL KRONIK
Gagal ginjal kronik
adalah suatu kondisi dimana kedua ginjal mengalami kerusakan permanen dan tidak
dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Biasanya ditandai dengan edema
seluruh tubuh karena terjadinya hipertensi portal dan kadar kreatinin < 25.
(Wikepedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas).
Gagal ginjal kronik
biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. (
Doenges,1999;926). Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak mulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke
status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun. ( Barbara c Long, 1996;368)
Gagal Ginjal Kronik
(CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang
menahun bersifat progresif dan irreversibe. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan
uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (KMB. Vol 2 hal
1448). If dan lambat, biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992 ; 812)
Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progres
Gambaran dapat
diperoleh dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dan kecepatan
filtrasi glomerulus (GFR) sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap
kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) dengan rusaknya massa
nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.
B. ETIOLOGI
Penyebab
Gagal Ginjal kronik menurut Doenges, 1999;626 yaitu Glomerulonefritis, infeksi
kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis) proses obstruksi (kalkuli), penyakit
kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
(diabetes).
Sedangkan
penyebab gagal ginjal menurut Price 1992;817 dibagi menjadi 8 kelas antara
lain :
1.
Infeksi Saluran Kemih
Secara
mikrobiologis infeksi saluran kemih
dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria yang bermakna (ditemukan
mikroorganisme patogen 10 5/ml pada kemih aliran tengah yang
dikumpulkan dengan cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya berupa
kolonisasai bakteri dari kemuh ( bakteriuria asomtomatik) atau bakteriuria dapat disertai infeksi simtomatik dari
truktur-struktur saluran kemih. ISK umumnya dibagi menjadi 2 kategoro besar
yaitu infeksi saluran kemih bagian bawah ( uretritis,sistis, prostatis) dan
infeksi saluran kemih atas (pilonefritis akut). Organisme penyebab infeksi
saluran kemih yang paling sering ditemukan adalah Eschericia coli, pada
kebanyakan kasus organisme tersebut dapat mencapai kandung kemih melalui
uretra. Infeksi dimulai dari sistis , dapat terbatas di kandung kemih saja atau
dapat pula merambat ke atas melalui
ureter sampai ke ginjal. Organisme juga dapat samapai ke ginjal melalui aliran
darah atau aliran getah bening. Kandung kemih dan bagian atas uretra biasanya
steril meskipun bakteri dapat ditemukan di bagian bawah uretra. Tekanan dari
aliran kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri yang
ada sebelum bakteri tersebut sempat menyerang mukosa.
2.
Penyakit Peradangan misalnya
Glomerulonefritis
Peradangan
dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau
hematuria. Meskipun lesi petama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan , dan mengakibatkan gagal guinjal kronik.
3.
Penyakit vaskuler Hipertensif misalnya
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri
renalis
4.
Gangguan jaringan penyambung misalnya
lupus eritmatosus sisitemik,poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5.
Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik, asidosis tubulus ginjal.
6.
Penyakit metabolik misalnya DM , gout,
hiperparatiroidisme,amiliodosis
7.
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan
analgesik, nefropati timbal
8.
Nefropati obstruktif misalnya saluran
kemih bagian atas : kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitonela. Saluran kemih
bagian bawah : hipertropi prostat, struktur uretra, anomali kongenital pada
leher kandung kemih dan uretra.
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga sedangkan yang lain rusak
(hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat yang disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan
penurunun GFR atau daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal uintuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorbsi berakibat deurisis osmotik
disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjalbila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80
% -90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance
turun sampai 15ml/menit atau lebih
rendah. (Barbara C Long,1996 ;368).
Fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme
protein ( yang normalnya diekskresikan di dalam urin) tertimbun di dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialisis ( Brunner & Suddarth, 2001 : 1448). Perjalanan
umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
a.
Stadium I (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan
kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
b.
Stadium 2 (Infusiensi ginjal)
Lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (glumerulo Filtriation Rate besarnya 25%
dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas
normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar nurmal, azotemia
ringan timbul nokturia dan poliuria.
c.
Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir /
uremia)
Timbul apabila
90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari norma,l kreatinin klirens 5-10ml
permenit atau kurang . pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum
nitrogen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri.
D.MANIFESTASIKLINIS
1.
Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik
dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai
muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak,
udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat
parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449)
antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas
sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada
lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai
berikut:
a.Sistem kardiovaskuler
•Hipertensi
•Pitting edema
•Edema periorbital
•Pembesaran vena leher
•Friction subpericardial
b. Sistem Pulmoner
Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f.Sistem Reproduksi
•Amenore
• Atrofi testis
KOMPLIKASI
1. Diabetes
Melitus
2. Hipertensi
3. Hiperkalemia
4. Perikarditis
5. Anemia
6. Penyakit
tulang
. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD
dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga
untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri,
tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
4.
Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi
dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen dada,
pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit
hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa
kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah
berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan
tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah
individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan
ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status
kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C
Long, 2001)
G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen
pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban
jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2
ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria
hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah
dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan
waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi,
beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan
H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan
cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan
output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan
cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat
penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan
input dan output
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang
dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak
atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria
hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan
kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor,
vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang
dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran
mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada edema , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat
ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
II. ASUHAN
KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
1.
PENGKAJIAN
1.
Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur
Kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada
Peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan
Menolak, cemas, takut, marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual,
muntah, rasa logam pada mulut, asites
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan
Gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
Distraksi, gelisah
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), Paroksismal Nokturnal Dyspnea (+)
Batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)
Analisis
Data
a. DO
:
Tekanan
darah 180/100mmHg
Kreatinin
3,2mg/dL
Terdapat
Ginjal yang teraba bilateral
2. Diagnosa
keperawatan
1. Penurunan
curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Resiko
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan
H2O.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
5. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2
ke jaringan menurun.
7.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
8.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nokturia
Diagnosa
Utama
1. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder: volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
2. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan nokturia
3. Intoleransi aktivitas b.d. penurunan produksi
energi metabolic, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisa
PENATALAKSANAAN
GAGAL GINJAL KRONIK
Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal
kronik yaitu :
Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
Optimalisasi dan pertahankan
keseimbangan cairan dan garam.
Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretik
loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan.
Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia.
Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan
diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Diperlukan diuretik loop,
selain obat antihipertensi.
Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari) atau diuretik
hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya,
penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid).
Mencegah dan tatalaksana penyakit
tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium
hidroksida (300 – 1800 mg) atau kalsium karbonat (500– 3000 mg) pada setiap
makan.
Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih
ketat.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi
ginjal
Banyak obat yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksis dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misal : digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat,
amfoterisin.
Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi
yang mengancam jiwa, sehingga diperlukan dialisis.
Persiapkan dialisis dan program
transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi.
PENANGANAN
GAGAL GINJAL KRONIK
Terapi
Non Farmako
1. banyak protein
disesuaikan dengan keadaan faal ginjal. Ini dapat diketahui dari nilai uji
kreatinin ( creatinine clearanse test = CCT) atau glomerulo filtration rate
(GFR). Protein dipilih yang bernilai biologi tinggi seperti yang terdapat dalam
susu, telur dan daging.
2.
lemak terbatas, diutamakan penggunakan lemak tak jenuh ganda.
3. natrium dibatasi
pada kegagalan faal ginjal dengan hypertensi berat, hyperkalemia, edema,
oliguria, atau anuria.
4. kalsium dibatasi
pada kegagalan faal ginjal glomerulus, bila urin kurang dari 400 ml per hari.
Pada kegagalan faal ginjal tubular pembatasan K tidak diperlukan.
5.
Kalori adekuat, agar protein tubuh tidak di pecah untuk energi
6. banyak cairan adalah
banyak urin maksimal sehari di tambah banyak cairan yang keluar melalui
keringant dan pernafasan ( ± 500ml perhari)
Macam-macam
diet dan indikasi pemberian
Menurut
keadaan penderita dan berat penyakit dapat diberikan :
1. diit rendah protein 1 : 20 g protein
Di berikan kepada penderita
kegagal faal ginjal berat dengan CCT 5-20 ml/ menit dan kadar ureum
darah di atas 100 mg %. Bentuk makanan tergantung keadaan penderita : dapat
cair, saring atau lunak. Makanan ini kurang dalam kalori, protein, kalsium,
besi dan tiamin. Diit ini hanya diberikan beberapa hari saja, sementara
menunggu tindakan yang lebih tepat seperti dialisa
Contoh
menu diit protein 1
pagi
|
Siang
|
Sore
|
Bubur
|
Bubur/nasi tim
|
Bubur/nasi tim
|
Susu
|
Telur ceplok
|
Daging bistik
|
|
Tumis sayur
|
Sup sayuran
|
|
Pepaya
|
Pisang
|
|
Teh manis
|
Teh manis
|
Pukul : 10.00
|
Pukul 16 .00
|
Pukul 20.00
|
Kue talam
|
Agar-agar
|
Sirup
|
Teh manis
|
Teh manis
|
|
2. diit rendah protein II :
40 g protein
Diberikan sebagai makanan
perpindahan dari diit protein I , atau pada kegagalan faal ginjal kronis yang
tidak terlalu berat (CCT = 20-30 ml/menit) atau pada kegagalan faal ginjal
dengan pengobatan konservatif ( tanpa dialisa). Bentuk makanan lunak atau
biasa. Makanan ini cukup kalori dan semua zat gizi kecuali protein dan tiamin.
Pagi
|
siang
|
Sore
|
Nasi tim
|
Nasi tim
|
nasi tim
|
Telur ceplok
|
Ikan panggang
|
Daging bistik
|
Tumis labu
|
Ca sayur
|
Sup sayuran
|
Susu
|
Pepaya
|
Pisang
|
|
Teh manis
|
Teh manis
|
Pukul : 10.00
|
Pukul 16 .00
|
Pukul 20.00
|
Kue talam
|
Agar-agar
|
Pisang
|
Teh manis
|
Teh manis
|
susu
|
3.
diit protein sedang : 60 g
protein
Diberikan sebagai makanan
perpindahan dari diit rendah protein II atau pada penderita kegagalan faal
ginjal kronis ringan (CCT = 30-50 ml/menit) atau pada penderita yang menjalani
dialisa. Makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini cukup
kalori dan semua zat-zat gizi.
Bahan
makanan yang harus di batasi
Sumber
protein boleh di berikan dalam jumlah yang telah di tentukan ; sedapat mungkin
diberikan berbentuk protein hewan yang benilai biologi tinggi.
Share this on your favourite network
0 komentar:
Posting Komentar